Aku tenggelam dalam nestapa duka,
Yang pedihnya tak terhingga
Yang sakitnya sampai terasa
Aku jatuh, pada peristwa lara
Yang membuatku sakit jiwa, menyayat luka disela-sela duka.
Untuk apa aku terus bediri, meratapi keadaan yang tak pasti,
yang membuatku jatuh pasi, yang terbilaang basi.
Aku dibelakang, kebelakang yang barisanya terbelakang.
Yang membuat lengganku melambaikan tangan
Ingin menyapa kebahagiaan bersama mereka, yang tak bisa ku
kejar kegemilanggannya.
Tapi sinar Tuhan terus menerangi, membuatku yakin bahwa
tuhan meridhoi.
Pada setiap hambanya yang membutuhkannya, pada setiap hamba
yang masih memikirkan-Nya.
“Dia atas langit masih ada langgit.”
Kakiku mulai lentur, seperti dibentur
Kakiku kembali merebah berdiri, sambut pagi yang dikelilngi
mentari.
Aku paham,ini tentang ottaku hanya berisi hayalan yang
membuatku tak kuat, lalu jatuh terbawa arus yang jalannya tak lurus.
Tapi hanya satu kekuatan yang membuat semua itu kembali
terbangu, kembali tertata , dana kembali tertanam, yaitu mengingatNya.
Aku tak merasa sendiri, aku ditemani mulutku yang terus
berdering menyembut-Nya disela-sela kebutuhanku.
Bukan hanya kebutuhanku, tapi kehidupanku yang dilingkupi
keputus asaan.
Allah tak hilang, bahkan mengjilang, yang membuat kita
menjadi jatuh kepayang.
Kita hanya mengalah mengapai mereka dengan raut wajah yang
merona.
Kita bisa kejar itu semua, sampai kau kehabisaan musuh
bersarmu, yang dulunya membuatmu kaku tak mau jalan.
Padahal Allah sudah membuka jalan itu dengan benar, hanya
kita yang terkadang selalu menyepelekannya. Padahal kuasa-Nya benar-benar
nyata.
Jangan mundur, walau badai cobaan terus terjun.
kita hanya yakin, bahwa masih ada langit di atas langit.