Senin, 16 November 2015

Ayahku berselimut Kesabaran



Kering Kerontang tubuhmu
kulitnya beralaskan debu, hitam kecoklatan
terik matahari yang membuatnya disengat kekusutan, berkantong keringat ditubuhmu
pagi menjelang siang, siang mejelang Sore, sore mejelang Malam, waktunya tak pernah berhenti mengais sepeser kehalalan
sabar..sabar..Begitulah katamu. Menengadah mengaharapkan keridhoa-Nya
Aku mengetahui persis Kisahmu, yang kini aku tulis seringkas yang mungkin tidak seberapa
Ayahku pemberani, Sebab dia rela Mati
Ayahku baik hati, sebab dia memilih mengalah untuk merendahkan hati
kekalahan terkadang ia perangi dengan kesabaran
penderitaan ia musuhi dengan kesyukuran
aku tahu persis ayah, bagaimana ia meratapi sebuah kekacauan dalam hidupnya
besarnya kesabaran menjadi peneduhmu pada sebuah penderitaan pahit yang tuhan berikan
Fikirannya terliliti rasa kasihan. Tangannya tak pernah berat memberikan sekantong titipan Tuhan untuk diberikan pada mereka yang hidup dengan kesendirian dan kesusahan.
senyumnya tak pernah hilang sirna, dan sampai sekarang masih melukiskan keramahan diraut wajahmu yang kusam.
kerendahannya, kesabarannya, kebaikannya menjadi sandang jiwanya menuju syurga-Nya
keteguhan hatimu menjadi panutan hidupku yang kelam
Ayah memberi titik cahaya pada sebuah kegelapan
Ayah memberi pengaharapan pada sebuah keterpurkan pada 3 anak domba yang masih membutuhkan perlindungan.
Ayah yang mengajari kita banyak hal, membuat kita bangkit dari kesakitan dan membuat kita percaya tetang keaadilan.
Terima kasih telah menjadi saksi mata kenkalan kami yah, sampai kami tak pernah ada waktu untuk bercengkrama.
Terimakasih telah menjadi laut tempat kami gaduh
menjadi rumah tempat kami berteduh
menjadi Ladang tempat kami megadu
Terima kasih telah mengajari kami kenikmatan yang terkadang kami lalaikan bahkan kami lupakan
Kami tak bisa menjamin untuk ke syurga-Nya, tapi kami selalu setia mendoa’kan untuk Ayah, agar Allah menyediakan jalur pintu kebaikan dan menjadi salah satu incaran Allah disyurga-Nya atas  kesabaran yang Ayah jadikan hidangkan sajian didunia untuk disantap diSyurga-Nya.
“Semoga Allah menjadikan Ayah sebagai jaminan-Nya kelak, menjadi salah satu penghias tampan diantara bidadari menawan, dan menjadi pembuka pintu kebaikan untuk segala Hal”
Ini hanya sepengal kerinduan kami pada pahlawan besar setelah Ibu tertelan dibumi.
pada pahlawan yang terkadang kami bangkaikan setiap amanatnya dan kami ingkari setiap harapanya.
Kisahmu sama halnya seperti ibuku, yang tak pernah habis-habisnya berdesir lembut, dan berkelabu indah didalam hati kami.
terus jaga Kami Ayah, sampai kami berhasil membuatmu tersenyum bahagia diatas menara kesuksesan.

Sabtu, 17 Oktober 2015

Aku Masih ingat betul !!!



Aku masih betul-betul mengingat, bagaimana caramu tersenyum, bagaimana caranya kau utarakan sebongkah rasa pengharapaan untukku.
Bagaimana caranya kau singgungkan tentang kesetiaan dengan cara yang orang lain tidak bisa membayangkan.
Aku masih betul-betul mengingat, ketika hatimu tiba-tiba menjenggukku. Tanpa aku sadar, bahwa jiwaku terlalu terpenuhi oleh cintamu. Aku juga masih betul-betul mengingat, caramu melewati duniaku yang terlalu kotor atas kegoaan, hingga aku kini sadar, , kesabaranmu padaku tak bisa dipaksakan. Tulus, tapi jiwa ini masih tersendat untuk mengelus.
Itu 2 tahun silam
Kau salah satu sajadah kisah pada sungai kenanganku.
Kau sudah menjadi bahan tawaran Tuhan untuk menguji sebuah arti kesetiaan pada cinta yang bekum pernah aku bisa bayangka, maknakan.
1 tahun Tuhan memberikan sebongkah rasa Cinta pada kita
Dulu ketika aku bersamamu, aku seolah menjadi wanita terbahagia karna berhasil ketuk pintu hatimu.
Aku , kamu tidak ada ikatan pada secuil kata “ I LOVE YOU”  tak ada sepercik kata tersebut terlaksanakan dan terlisankan pada bibir kita masing-masing.
Hingga kini, aku sadar, bahwa jiwa kita masih kosong. Kita seperti cahaya yang menerangi satu sama lain, tapi tak tahu arah penerangan yang kita terangi tersebut.
Ketahuilah, ini hanya sebuah ungkapan Rindu ku dikehidupanku yang sunyi dan kelam.
Pahamilah, kenangan itu terus terbesit dalam bayangan angganaku. Terus menghantui, tak ada henti-nya.
aku masih ingat betul, wajahmu yang lesung, dekimu yang membuat memperindah cekungan sungai pada kedua pipi manismu.
semua benar-benar melekat, dan semua memang benar aku ingat. seperti permen karet yang terus ingin memikat lengket ingin di ikat diingatanku.
Tanganku terus menggengam selembar Photo yang isinya penuh jiwamu. Tersenyum, mengenakan topi yang terkeren bagiku. Terkuyupi jamper hitam dan tanganmu yang berpose selayaknya kau paling tangguh di dunia ini.
Aku mengenang itu semua
karna jarak yang membuat cinta kita bertaut
hingga peristiwa 2 tahun silam itu kini menyadarkanku.
membuatku berfikir kembali tentangmu
sebab teman karib ku terus mengusikku untuk melamunkanmu
aku benar-benar bahagia saat itu.
menyadari bahwa cinta yang dulu kita rengkuh bersama, bukanlah sekedar cinta, entah apa namanya...
Tapi hati kita tidak sedang mengutarakan
hati ini seolah yang menentukan dengan bisikan dan teriakkan nya masing-masing.
kekuatan perbedaan kita terbatas
karna kita terlalu pedulikan keagammaan yang menentang adanya “Pacaran”
kita tak lakukan, tapi seolah hati kita melaksanakan. Kita bicara dengan isyarat yang tak sempurna untuk dijelaskan. Kita tatap mata dengan batas kehidupan yang ditentukan.
kita meluapkan semua perasaan yang ingin disampaikan lewat perantara buku yang sekarang kita abadikan.
begitu islami kah kita dulu??
sampai-sampai semua orang menduga bahwa kita adalah sepasang kekasih.
Tapi dengan santai dan tenangnya kita serenpak menjawab “ kita hanya sebatas taaruf”
padahal kita tak faham, apa pada sederet kata itu.
ada begitu banyak kenangan yang tak bisa tercurahkan
karna perjalanan belum tehentikan
hati ini begitu yakin, akan ada perulangan kembali
karna matamu, senyummu seolah memperjelas taqdir
untukmu yang sudah lama tak kubayangakan.
Tulisan ini tidak seberapa, tapi inilah caraku utarakan ketika hati telah berkata.
beharap engkau memahami, bahwa ini tentang mengenang kenangan yang rindunya tak tertahankan.
ini tentang pengakuan kesadaran, untukku yang jauh dari yang kau bayangkan, jauh dari jarak yang kuratapi
inti coretan ini hanyalah teringgkasan pada sebuah kalimat, yang aku berharap kau juga rasakan  “bahwa aku betul-betul mengingat semua tentangmu”
tak cukup aku mengulas semua kisah untuk ditorehkan pada selembar kertas ketikan ini, ini hanya sebuah pengakuan bahwa aku menyesal,  aku benar-benar merindukan dan aku berharap ada perulangan.
“Menanggislah dikala Hujan telah tiba, tapi tetap manislah ketika senyummu masih awet disapa.” INFINITUM
21.37 WIB,
ketika aku sejenak meikirkanmu dalam kegundahan, dibawah payung langit yang hitam dan sunyi .
semoga tuhan memberikan rasa yang sama.
171115

Rabu, 07 Oktober 2015

Teman bermuka topeng

Teman macam apa ini?
menyuruhku seenaknya menunggu, lalu dia hanya sekedar melewati lalu pergi tak kembali.
ada banyak manusia didunia ini, yang lebih patut dihargai
bukan cuman sekedar kau yang tak malu meludahi.
kau yang bodoh, atau aku yang terbodohi?
aku yang bertindak seolah kau racuni
Ganti aku yang begegas Diam, kau sibuk mencari kegaduhan diri.
teman macam apa kau ini? karibmu seperti tak habis pikir
melihat sepenggal tinggahmu yang kecut untuk di pungkiri.
Semoga kau tak Rugi, memiliki sifat seperti ini..
Lepas topengmu, Topeng yang beralaskan kemunafikan diri.
karna Dunia tak mererima Muka mu yang dua duanya meragukan ini..

Bawa pergi rasa Ini.

Meski kau tak nyata, tapi keberadaanmu selalu ada.
mewakili segenap rasaku yang yang lama sirna.
meski jiwamu tak lagi ada, tapi bayangmu tetap ada dibilah-bilah nostalgia.
kau yang dulu terus merenggek mengajakku mengikuti kenanganmu, bermimpi bersama angganmu, terjun kedalam halusinasimu.
Jiwamu..jiwaku..Hidupku..Hidupmu..Aku milikmu...milkimu...
sampai angin tulus menyapa, membawa sejarah goresan Duka.
membuat udara sudah lalai disapa
aku jenuh , merindukan setiap suaramu, mengingat sepengal tawamu, meratap senyuman estetikmu.
semua begitu lekat terikat didalam memori bunggaku.
Taqdir ku, bukan sejalur denganmu.
tuhan sudah lengkap menitipkan jiwamu disyurga-Nya
Tuhan menenangkanmu untuk tidur diatas timbunan tanah milik-Nya.
Tapi aku, berlagak berdiri dengan kerapuhan Hati.
terpuruk jatuh yang digantungi putus asa. diberi sekat-sekat kepedihan yang menjadikan aku mati rasa, lalu gila karna cintamu yang kau bawa pergi kesana.
kepergianmu membuatku sakit jiwa, hingga ottaku penuh darah luka.
sendiri..sendiri..dimana kebahagiaan itu pergi?
sehingga aku lupa diri, bahwa Tuhan tak pergi
tuhan takk bosan mengghampiri, mengembalikan akar keakuan yang sudah tak terakui.
bawa pergi rasaku, sehingga kau tenang berada di sisiku.
karna kau akan datang disaat aku tak pernah memangilmu, kau selalu ada disaat udara dengan rakus menyapaku.
impianmu, angganmu, akan sellalu terbekas dalam sejarah kenanganku
merengkuh, merayu ridho-Nya untuk pergi ke jalan yang benar milik-Nya.
meski terlihat seperti Kisah , namun ini nyata.
karna rasaku, rasamu UTUH untuk dijadikan satu makna
rasa kita sama memperkokoh hati, memahat ukiran cinta yang terlalu terhayati.
hingga aku sadar, ini hanya sebuah FIKSI yang semakin menjalar dalam bathin hati.
sengaja kutulis untuk kalian yang terlalu menyanjung atas nama Cinta yang jiwanya telah pergi. tapi rasanya mengangkut di hati
Karna sedari dulu...
Bahwa yang namanya CINTA tak harus termiliki

071015
Faiq_zahra

Jumat, 18 September 2015

Di Atas langit masih ada langit



Aku tenggelam dalam nestapa duka,
Yang pedihnya tak terhingga
Yang sakitnya sampai terasa
Aku jatuh, pada peristwa lara
Yang membuatku sakit jiwa, menyayat luka disela-sela duka.
Untuk apa aku terus bediri, meratapi keadaan yang tak pasti, yang membuatku jatuh pasi, yang terbilaang basi.
Aku dibelakang, kebelakang yang barisanya terbelakang.
Yang membuat lengganku melambaikan tangan
Ingin menyapa kebahagiaan bersama mereka, yang tak bisa ku kejar kegemilanggannya.
Tapi sinar Tuhan terus menerangi, membuatku yakin bahwa tuhan meridhoi.
Pada setiap hambanya yang membutuhkannya, pada setiap hamba yang masih memikirkan-Nya.
“Dia atas langit masih ada langgit.”
Kakiku mulai lentur, seperti dibentur
Kakiku kembali merebah berdiri, sambut pagi yang dikelilngi mentari.
Aku paham,ini tentang ottaku hanya berisi hayalan yang membuatku tak kuat, lalu jatuh terbawa arus yang jalannya tak lurus.
Tapi hanya satu kekuatan yang membuat semua itu kembali terbangu, kembali tertata , dana kembali tertanam, yaitu mengingatNya.
Aku tak merasa sendiri, aku ditemani mulutku yang terus berdering menyembut-Nya disela-sela kebutuhanku.
Bukan hanya kebutuhanku, tapi kehidupanku yang dilingkupi keputus asaan.
Allah tak hilang, bahkan mengjilang, yang membuat kita menjadi jatuh kepayang.
Kita hanya mengalah mengapai mereka dengan raut wajah yang merona.
Kita bisa kejar itu semua, sampai kau kehabisaan musuh bersarmu, yang dulunya membuatmu kaku tak mau jalan.
Padahal Allah sudah membuka jalan itu dengan benar, hanya kita yang terkadang selalu menyepelekannya. Padahal kuasa-Nya benar-benar nyata.
Jangan mundur, walau badai cobaan terus terjun.
kita hanya yakin, bahwa masih ada langit di atas langit.








Selasa, 15 September 2015

Ibuku Syurgaku



Tuhan tau, Dalam doamu selalu kau sebutkn namaku..
Tuhan paham, apa yang kau inginkan pada Tuhan untukku
Tuhan mengerti, seluruh jiwamu berani melengser karnaku
Tuhan memberkati bu... Tuhan tak lupa, dan tuhan tak Buta. Tuhan segalanya..
Dunia setiap kali mengejarmu, mengadahkan panjatan untukmu, dirimu mulia bu..
Sampai yang bernyawa lupa. Termasuk AKU, anakmu yang masih kau anggap hidupmu dan
Mereka semua yang kau anggap penyemangatmu.
Tapi seketika Tuhan menyurutkan harapan yang lama kugali menjadi tak berarti.
Dimana letak keadilan ini bu? Tuhan melenyapkan dirimu, melenyapkan bekalan sabar yang ku garuk sedari dulu.
Dunia ini duri bu,  duri yang terus menusuki gejolak batin hati.
Sesalku adalah kenanganku, dalam merindukan secuil kebahagiaanmu yang erat kau simpan didepan anakmu.
Kau menanggis dalam diam, bertutur dengan hati, berteriak tanpa suara, kuat dalam kelembutan. Kau sempurna, tak ada yang mengalahkannya.
Saat tanah mulai mengukusmu, merapat memelukmu, dan malaikat menjagamu.
Dunia seakan mulai jauh darimu, 
simpanlah bu, semua rasa kesenangan tentangku, sampai aku lelah tak tau bagaimana rasanya itu, karna kau terlalu sempurna dimataku.
5 bulan kau diamkan aku, tanpa kau tatap mataku, tanpa kau helai rambutku, tanpa kau kecup keningku dengan segala kecintaanmu.
Tuhan telah meratakan mu pada tanah, dengan segala penuh rasa, mengikhlasanmu untuk menuju syurga-Nya. karna ku tahu, Kehendak Tuhan lebih ampuh dibandingkan yang diciptakannya :Manusia.
Basuhlah semua rasa yang menyakitkan yang dulu kuperbuat, Untukku berjalan menuju pintu Syurga-Nya bersamamu .
Ratapilah aku, disetiap detik nafasku. bisikkilah aku disela-sela pebuatanku.
gapailah hatiku, untuk kau ajak bersemayam bersamamu.
aku tak pernah lupa, pada setiap kecapan tutur katamu, yang membuat hati ku terentak berubah tak seperti dulu. 
Aku menyayangimu dengan segala kasihku, aku menghormatimu dengan ketaatanku pada Tuhan, aku mengenangmu atas nama Rindu yang terus mengulai..
Atas nama Kangen yang mengoyahi
Atas nama perasaan ini yang terus menggerogoti.
Semoga engkau meridhoi setiap jalan kami untuk meraih Ridho-Nya dan menggapai kebangganmu yang lama terpendam tak berdesir.
Terangi Kami Bu, dizaman yang Gelap dan tak pasti arahnya ini...
 “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.’” (Al Isra(17):24)


06-05-15/23.00


Minggu, 13 September 2015

Tuhan... Aku Takkan mengalah pada keluh



                Dalam malam yang sepi, dengan keredupan hati, keheningan terbias dibilah bilah sisi. Udara tak henti-hentinya bersemilir. Semerbak aroma segar dari tanah yang basah dengan rata. Mulut ini terus membungkam dengan rasa keluhan. Hanya aku seorang diri meratapi kejenuhan. Tuhan.. ijinkan aku mengeluh pada kenikmatan-Mu, pada semua keberkahan-Mu, pada semua rasa syukur ku terhadap-Mu.
                Hari ini, aku menjejakan langkahku dengan sampullan niat.Tapi jiwaku masih tak bersandar diri. Aku tenangkan getaran dalam sanubari. Disudut Asrama tempat ku menaruhkan diri dan hatiku dengan tenang dan jugapun secara illahi. Dalam kesendirian aku eluhkan semua keresehan dan, kerinduan yang terpasang bergelantungan diatas kepala.
                Aku mulai perjalanan ini dengan lembaran suci yang tertera dihati. Tapi eluhan ini masih terus ada dibenak-benak akal. Tak tau apa yang harus kubuat, kehidupan yang berawal dengan kesendirian, dan berakhir dengan kebersamaan itu jika tuhan ijinkan aku rasakan rasa kedamaian yang tergali dihati, tertumbuh disanubari dan terhias dihati.
                Aku menyerah, dengan segenap kepasrahan. Hanya langkahku yang pasti, tapi hatiku tak terentak untuk kembali. Melihat sekeliling dengan banyak gerombolan anak-anak manuusia, canda, tawa, dan senyum yang terlukis diraut wajah mereka. Hanya aku.. setangkai bunga mawar layu yang tak tersirami, dan sepucuk tangkai bunga yang basi yang tak mau tumbuh kembali. Harus apa aku ini, hingga aku tersandarkan diri, hingga ku dapat rasakan helaan nafas lega di sela-sela rongga. Hingga pada akhirnya, aku mengeluh pada keluh, keluh yang tercampur kesah dan resah,keluh yang membuat ku menyerah untuk tak tumbuh kembali, keluhan yang membuatku tumbuh berduri.
                Aku kalah, aku resah dan aku gelisah. hidup dengan segala perbedaan, hidup dengan segenap kesendirian, dan hidup sengan perasaan keprasahan.tuhan.. dimana titik jejak kebahagiaan untukku?? Beginikah cara kau membuka hatiku dalam kelamnya hidupku. Hingga aku harus memendam keluhan. Kepada siapa aku mengeluh?
                Hingga aku tersadarkan lamunan pada perkataan seorang “ Kemarilah kawan, aku kawan dalam kesendirianmu, aku kawan yang menemanimu, ikutlah bersamaku dalam mimpi indahku yang jauh dari keluhan tak guna mu.” Hingga mataku berbinar tatap wanita itu, hatiku terpanah pada pekataan itu. Hingga aku memulai mengubur keluhan itu perlahan lahan. tapi badai kerinduan terus menerjang padaku, hingga aku mengalah pada keluhan, hingga menyerah pada kesah, dan hingga gelisah pada kesah. Mati rasa aku ditengah-tengah kerinduan pada sosok pendukung masa depan hidupku;Ayah-Ibu.
                Tuhan, berilah aku secuil kebahagiaan yang terbuaur dipermukaan raut wajah suram ku. Tuhan.. berilah aku pintu keampunan untukku, sebab kulalaikan Nikmat-Mu, sebab ku remehkan keberkahan-MU. Krena tak sanggup aku hidup didalam perbedaan. Karena aku berbeda dengan mereka, karena aku tak dapat mengraunggi kebehagiaan bersama mereka.
                Apa mungkin aku tersenyum yang menghias diraut wajahku? Apa mungkin aku dapat rasakan ketahanan dalam hidup diantara mereka? Dan apa aku mampu menahan amarah pada keluhan ku ? aku berdiri dengan paksaan, hingga tak seorang pun yang menyongkongnya. Aku layu termakan rayap, hingga separuh jiwaku sirna tergerogoti pada eluhan.
                Dengan segenap kepercayaan, kupaksakan aku bangkit, kupaksakan aku merengkuh semua ambisi yang hampir termakan keluh. Hingga cahaya-Mu  terlintas disekelibatan-sekelibatan mataku. Hingga aku belajar mengenal-Mu pada duniaku, dan aku tanam kebhagiaan itu detik perdetik yang kau jadikan petikan pelajaran untukku.
                Kau beri aku begini, karena kau menguji kebahagiaanku, Kau berikan sebongkah rasa ini, karena beribu-ribu kau menguji kesabaranku. Tuhan, sesalku pada-Mu tak terhapus masa, hingga pengabdian ku terhadap-Mu pada sajadah cintaku terhadap-Mu. Tuhan,, aku takkan menyerah pada keluh, pada resah dan pada gelisahku.. Tuhan,, aku takkan mengalah pada Keluh.

By : Faiqoh Az-Zahra
       12-Agustus-2014.